Seorang wisatawan manca pernah berkata, “Butuh waktu seumur hidup untuk menjelajahi seluruh Indonesia, dan butuh ribuan buku untuk menuliskan tempat-tempat luar biasa di Indonesia”. Kata-kata itu diucapkannya kala bertemu saya beberapa waktu yang lalu di pantai Kuta, Bali. Turis tersebut, mengaku terus terang kagum dengan kekayaan wisata alam Indonesia, dan mengatakan akan sangat rugi jika saya, yang asli Indonesia tidak pernah mengenal potensi wisata negara sendiri.
Well, memang benar apa yang dikatakan si bule itu. Tapi, dengan berat hati pula harus saya tambahkan pernyataannya, “Butuh biaya yang besar pula untuk menjelajahi tempat-tempat wisata di Indonesia”.
Coba anda bayangkan, untuk satu kali perjalanan ke Raja Ampat atau Pulau Weh di Aceh misalnya, jika anda tinggal di pulau Jawa, biayanya lebih mahal daripada anda traveling ke luar negeri terdekat semisal Singapura atau Thailand. Tak heran, banyak orang yang lebih suka traveling ke negara-negara tetangga daripada mengeksplorasi kekayaan wisata negara sendiri.
Tapi, halangan biaya dan mungkin waktu tersebut, akan hilang saat kita membaca catatan-catatan perjalanan orang-orang tentang tempat wisata tersebut. Imajinasi saat kita membaca tulisan-tulisan perjalanan, seakan mampu mengobati keinginan kita untuk ikut menjelajahi tempat-tempat wisata tersebut.
Karena itulah, musafir muslim Ibnu Batuta pernah berkata, “Traveling – it leaves you speechless, then turns you into a storyteller”. Traveling, mengubah anda dari tanpa kata-kata menjadi seorang pencerita.
Maka tak heran, jika novelis sekaligus sastrawan Irlandia, Oscar Wilde memiliki buku perjalanan saku. Tak lain untuk menuliskan pengalaman-pengalaman selama perjalanannya. “I never travel without my diary. One should always have something sensational to read in the train.”
Jadi, mulailah untuk selalu menuliskan, dan membagikan catatan perjalanan anda. Berbagi cerita, berbagi pengalaman, berbagi imajinasi saat menjelajahi Indonesia.