Tips Liburan Tanpa Harus Terpengaruh Foto di Instagram

Yang terbaik, traveling adalah tentang rasa ingin tahu, pemandangan secara lahiriah, pertemuan yang otentik dengan orang-orang lain. Fotografi dulunya adalah media yang memungkinkan semua itu: dengan keunggulannya berupa gambar tak bergerak, membingkainya, membuat kita berpikir dan mendorong penglihatan kita (pada pemandangan) lebih dari hanya melihat. Namun belakangan ini, sepertinya kita sudah berhenti menggunakan fotografi seperti ini. Fotografi sekarang mengubah pemandangan dunia yang hebat menjadi sekedar latar belakang untuk diri sendiri.

Paragraf diatas saya kutip dari tulisan seorang travel blogger di situs Conde Nast Traveller. David Annand menyoroti dampak dari viralnya foto-foto tempat wisata di platform Instagram. Secara lugas, dia mengatakan Instagram influencer berpotensi merusak keindahan tempat wisata itu sendiri.

Masih ingat dengan kejadian rusaknya Taman Bunga Amariliys di dusun Ngasemayu, Desa Salam Kecamatan Patuk, Gunung Kidul? Awalnya memang tidak banyak yang tahu keindahan kebun bunga Amarylis milik Sukadi ini. Hingga suatu hari, seorang pengunjung yang kebetulan melewati daerah Patuk, mengunggah foto-foto indahnya taman bunga amaryllis tersebut ke media sosial/Instagram.

Setelah viral dan diketahui banyak orang, taman bunga yang berada di lahan milik Pak Sukadi ini luluh lantak usai dikunjungi banyak orang, terutama anak-anak muda yang tidak beretika. Mereka asyik selfie berlatar bunga-bunga Amarylis yang sedang bermekaran, tapi lupa diri untuk menjaga keindahan dan keaslian tamannya.

taman bunga amarilys,kebun bunga amarilys,taman amarilys gunung kidul,tips liburan,foto liburan di instagram,

Mereka adalah, meminjam istilah dari David Anand, jenis wisatawan baru yang penasaran, yang bermunculan di setiap keajaiban dunia, merusak pemandangan indahnya.

Fotografi, teknologi digital dan pariwisata seharusnya bisa saling bersimbiosis mutualisme. Meskipun kenyataannya malah menjadi pedang bermata dua yang tajam di kedua sisinya.

Perpaduan fotografi dengan platform media sosial seperti Instagram bisa membuat tempat-tempat indah di seluruh dunia menjadi dikenal masyarakat. Memungkinkan seseorang yang tidak bisa mengunjungi tempat-tempat indah tersebut bisa ikut serta menikmati pemandangan indahnya, meski hanya melalui foto-foto di media sosial.

Tak hanya itu, dengan dikenalnya tempat-tempat wisata baru oleh masyarakat luar, hal ini juga membawa dampak sosial ekonomi yang positif pula. Roda ekonomi masyarakat sekitar berputar lancar, lapangan pekerjaan terbuka luas.

Tapi, perpaduan ini juga bisa membawa dampak yang merusak. Rasa penasaran akan lokasi-lokasi istimewa, tempat-tempat indah yang mereka lihat di media sosial membuat banyak orang mendatangi tempat-tempat wisata baru, yang diperkenalkan oleh para influencer media sosial.

Semua ini hampir tidak menjadi masalah jika jumlah dampak sosialnya hanyalah mengirim sejumlah kecil Influencer lebih jauh ke dalam lubang kelinci narsisme mereka sendiri. Tidak semua wisatawan memiliki etika yang baik dan menjaga tempat wisata dari kerusakan yang bisa ditimbulkan.

Tetapi budaya digital yang kerap menipu terlihat semakin menarik dan sudah mengubah cara kita dalam bepergian ke tempat-tempat wisata. Kita bepergian tidak lagi untuk menikmati keindahan suasana, pemandangan yang menakjubkan, atau interaksi sosial dengan masyarakat setempat dan lingkungan sekitar tempat wisata tersebut.

Saat berlibur, kita lebih sering memperturutkan sisi liar narsisme dan ego pamer diri di media sosial. Seperti yang dikatakan David Anand, pemandangan dunia yang menakjubkan sekarang hanya menjadi latar belakang untuk diri kita sendiri.

Sebelum era media sosial berkuasa atas diri kita, ada begitu banyak tips liburan, pengalaman dan kesan yang mendalam saat kita berwisata. Saya ingat ketika pertama kali berkunjung ke tempat wisata Sumber Maron di daerah Gondanglegi-Pagelaran, Kabupaten Malang. Sebelum tempat pemandian alam ini dikenal banyak orang, saya dan anak-anak begitu menikmati kejernihan air sungainya, berenang mengikuti aliran sungai dengan ban bekas (tubing).

Ketika saya kembali lagi berkunjung dua tahun kemudian, tempat wisata itu seolah menjadi kolam penampungan wisatawan. Nyaris tak ada ruang yang tersisa untuk berenang dengan bebas. Sampah-sampah plastik bertebaran di sepanjang jalan setapak dan di bibir sungai. Apa yang bisa dinikmati jika kondisinya seperti ini? Bahkan untuk berswafoto saja pun, latar belakangnya tidak lagi terlihat mengagumkan.


pemandian sumber maron,wisata sumber maron,sumber maron gondanglegi,sumber maron malang

Dari sisi ekonomi dan pariwisata, berbagi informasi dan tips liburan tempat wisata baru di media sosial memberi dampak positif. Namun, kita juga harus bisa menerapkannya secara proporsional.

Seperti apa caranya?

Berikut tips liburan tanpa harus terpengaruh foto di Instagram

  • Mari kita berhenti sejenak untuk bepergian ke tempat-tempat wisata instagrammable yang sangat populer. Biarkan tempat-tempat itu mendinginkan diri sejenak. Beristirahat melepaskan lelah setelah melayani jutaan pengunjungnya.
  • Temukan tempat-tempat lain dengan membaca artikel-artikel khusus traveling, jangan menyandarkan diri pada foto-foto di instagram saja. Mungkin dari sekian banyak tulisan tentang traveling itu kita bisa menemukan permata tersembunyi yang malahan belum pernah diunggah siapapun di Instagram.
  • Jika kita senang fotografi, cobalah untuk mengambil foto dengan menangkap emosi atau pengalaman dari tempat itu tanpa kita perlu masuk di dalamnya. Tepikan sejenak ego untuk selfie atau pamer diri.
  • Ketika kamu mengunggah perjalanan wisata kamu di media sosial, berbagi tips liburan, ceritakan dengan sejujurnya kondisi tempat wisata yang kamu kunjungi. Sebagian besar informasi tempat wisata di blog atau instagram kadang-kadang sangat tidak akurat. Jangan hanya sekedar mengharapkan “like” kemudian menipu diri sendiri dan orang lain dengan menceritakan bagian indahnya saja.
  • Saat berada di tempat wisata, ingatlah dampak biologis dari kunjungan kita. Jangan buang sampah sembarangan. Tahukah kamu bahwa teluk Maya (Maya Bay) yang terkenal di Thailand ditutup karena gerombolan wisatawan membuang sampah plastik, tabir surya, dan sampah lainnya ke dalam air lautnya yang jernih?

Teluk Maya ini dulu terkenal usai dipakai lokasi syuting film The Beach yang dibintangi Leonardo Di Caprio. Ironisnya, setelah tahu teluk indah itu rusak akibat ulah wisatawan, Leonardo kini malah aktif berkampanye untuk perbaikan lingkungan hidup disana.

Berlibur, dan kemudian memamerkannya di media sosial dalam dalam bentuk tips liburan memang tidak ada salahnya, lagipula itu adalah hak bagi semua orang. Saya juga tidak menganggap berswafoto di tempat wisata itu buruk. Tidak pula bermaksud meremehkan atau bersikap sinis terhadap upaya memperkenalkan tempat-tempat wisata alam yang baru ditemukan.

Yang kita butuhkan hanyalah sedikit perubahan dalam perspektif tentang bagaimana kita liburan. Coba tengok kembali perjalanan sebelum tertular virus narsis di media sosial dan pikirkan pengalaman kita yang paling menyenangkan atau unik.

Apakah itu? Yang jelas bukan foto punggung atau wajah yang menghadap kamera.

Kamu mungkin juga suka...

Tinggalkan Komentar Ya

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

%d blogger menyukai ini: